Saturday, March 15, 2014

Pemerintah, LSM dan Akademisi Dukung Fatwa Pelestarian Satwa

Munculnya fatwa ini berawal dari sebuah perjalanan lapangan yang diorganisasi oleh Universitas Nasonal (UNAS), WWF-Indonesia dan ARC pada bulan September 2013 

Munculnya fatwa ini berawal dari sebuah perjalanan lapangan yang diorganisasi oleh Universitas Nasonal (UNAS), WWF-Indonesia dan ARC pada bulan September 2013

JAKARTA (UNAS) - Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa nomor 4 Tahun 2014 tentang Pelestarian Satwa Langka untuk Menjaga Keseimbangan Ekosistem. Pemberian fatwa ini dikeluarkan untuk menjawab dan memberikan kepastian hukum menurut pandangan Islam tentang perlindungan terhadap satwa yang dilindungi terutama yang statusnya rawan bahkan terancam punah ataupun hilang dimuka bumi. Satwa ini termasuk harimau, gajah, badak dan orangutan.

Peluncuran dan sosialisasi fatwa yang dilakukan di Pusat Primata Smutzer, Ragunan pada Rabu (12/3) tersebut dihadiri oleh Ketua MUI, Prof. Dr. Din Syamsudin, Menteri Kehutanan Republik Indonesia, Dr. Zulkifli Hasan, perwakilan LSM dalam maupun luar negeri, serta para akademisi. Peluncuran ini ditandai dengan penandatanganan kanvas sampul buku fatwa MUI oleh Ketua MUI dan Menteri Kehutanan.

''Ini adalah hari yang monumental dan merupakan tonggak sejarah penting bagi umat manusia. Dunia sudah mengalami kerusakan global yang sifatnya kumulatif, langkah ini mengawali perbaikan penyelamatan lingkungan. Fatwa ini nantinya akan diterjemahkan ke dalam bahasa-bahasa dunia dan diharapkan dapat menjadi referensi khususnya umat Islam untuk melindungi satwa langka,'' ungkap Ketua MUI, Prof. Din Syamsudin.

Penandatanganan peluncuran Fatwa Perlindungan Satwa untuk Keseimbangan
Ekosistem oleh Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan dan Ketua MUI Prof Din Syamsudin
Langkah ini didukung penuh oleh Kementerian Kehutanan Republik Indonesia. Terkait fatwa, Menteri Kehutanan, Dr. Zulkifli Hasan mengungkapkan telah menyampaikan fatwa tersebut pada konferensi Internasional Illegal Wildlife Trade di London, Inggris pada 12-13 Februari 2014 dan mendapat sambutan yang luar biasa. Konferensi ini, katanya, dihadiri oleh Prince Charles, William dan Harry, presiden serta perdana menteri dari berbagai negara.

''Konsentrasi dunia sekarang sudah bergeser dari masalah illegal logging ke illegal wildlife. Konferensi sepakat untuk melarang wildlife trafficking atau perdagangan satwa liar,'' ungkap Zulkifli. Indonesia sendiri, lanjutnya, kaya akan flora dan fauna. Dari 300 ribu flora dan fauna yang ada di dunia, 17 persen biodiversity (keanekaragaman hayati) dunia ada di Indonesia. Kondisi ini membuat Indonesia menjadi tempat yang strategis dan rentan akan kegiatan perdagangan satwa liar.

Munculnya fatwa ini berawal dari sebuah perjalanan lapangan yang diorganisasi oleh Universitas Nasonal (UNAS), WWF-Indonesia dan ARC pada bulan September 2013. Perjalanan yang diikuti oleh para pemuka agama Islam ini mengunjungi beberapa tempat di Sumatera dimana telah terjadi perambahan oleh satwa liar yaitu gajah. Perjalanan ini termasuk mengunjungi Suaka Margasatwa Tesso Nilo di Riau (sebuah tempat dimana terdapat lebih dari 4 ribu spesies tumbuhan dan tempat aman terakhir untuk Gajah dan Harimau Sumatera yang terancam punah dari penanaman kelapa sawit ilegal, kebakaran hutan dan tindakan pengerusakan lainnya. Dalam perbincangan dengan perwakilan penduduk setempat, beberapa penduduk bertanya: ''Apa sebenarnya status dari binatang seperti gajah dan harimau menurut para Ulama dan dalam pandangan Islam?''

Pemuka agama tersebut menjawab: ''Mereka adalah ciptaan Allah, seperti halnya kita manusia. Hukumnya Haram (dilarang keras) untuk membunuh mereka dan menjaga kelestariannya merupakan bagian dari ibadah kepada Allah?'' Ketika para pemuka agama Islam tersebut kembali ke Jakarta, mereka menyadari bahwa masyarakat Indonesia menunggu sebuah indikasi atau tanda tentang cara berinteraksi dengan kehidupan satwa liar. Mereka pun mulai merancang sebuah fatwa. Tujuannya guna mengarahkan masyarakat untuk melindungi spesies-spesies langka yang terancam punah karena itu merupakan langkah yang benar, dan sesuai dengan perintah Islam.

Dalam proses pembuatan fatwa, MUI melibatkan aktivis lingkungan dan akademisi dari Universitas Nasional Jakarta. Tim ini terdiri dari Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati Kementrian Kehutanan, WWF Indonesia, Flora & Fauna Internasional dan Forum Konservasi Harimau Indonesia (Harimau Kita). Selain itu, Alliance of Religious and Conservation (ARC) UK juga menjadi partner kunci bagi Universitas Nasional.

''Ini adalah saat yang kritis bagi MUI untuk mengeluarkan fatwa guna mendukung upaya melindungi satwa-satwa langka. Indonesia telah kehilangan banyak potensi alamnya terutama karena perburuan liar, dan penebangan hutan. Saat ini, kita hanya memiliki kurang dari 400 harimau, 200 badak dan beberapa ribu gajah serta ratusan orangutan di Indonesia, ''kata Dr. Fachruddin Mangunjaya, Manager Program Agama dan Lingkungan, Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Nasional.

''Sangat penting bagi umat muslim untuk kembali pada kepercayaan dan nilai-nilai agama untuk mengatasi permasalahan lingkungan, juga mengubah perilaku mereka agar sesuai dengan ajaran agamanya, sehingga makhluk lain dapat hidup bersama-sama dengan aman dan damai,'' lanjutnya.

Menurut Fachruddin, langkah selanjutnya, berbagai pihak perlu membantu MUI untuk menyebarluaskan fatwa ini ke daerah-daerah terpencil dimana hewan-hewan seperti harimau, badak, orangutan, penyu, gajah dan satwa lainnya yang terancam punah berada. Misalnya, dengan bekerjsama dengan Da'i Konservasi di masjid, mushola maupun pesantren.

WWF Indonesia menyambut baik langkah luar biasa dari MUI ini. ''Kami memang mengharapkan adanya pendekatan agama yang dapat sejalan dengan upaya konservasi, terutama melalui lahirnya sebuah fatwa, yang akan membantu masyarakat khususnya umat muslim untuk paham dan sadar akan pentingnya melindungi hewa-hewan yang terancam punah,''papar Nazir Foead, Direktur Konservasi WWF Indonesia.

''Kami berharap dengan diterbitkannya fatwa di negara berpenduduk muslim terbesar di dunia, dapat menginspirasi seluruh umat muslim lainnya untuk melindungi satwa yang terancam punah dan habitatnya,'' ujar Martin Palmer, Sekretaris Jenderal Alliance of Religion and Conservation (ARC) UK.

Martin menambahkan, ini bukanlah kali pertama umat muslim Indonesia melakukan upaya koordinasi untuk melindungi lingkungan mereka. ''Sebelumnya ada beberapa inisiatif yang cukup impresif, termasuk diantaranya adalah pada tahun 2003 ketika 19 pesantren berhasil meyakinkan pemerintah untuk membuat Taman Nasional agar sungai mereka tidak tercemar.''

''Seringkali isu-isu lingkungan hanya diperdebatkan dalam konteks ekonomi. Fatwa ini mengingatkan bahwa uang bukanlah satu-satunya yang dapat memotivasi masyarakat. Ada hal lain yang lebih kuat, yaitu keyakinan dan nilai-nilai yang dianut Karenanya, momen ini adalah momen yang sangat penting bagi umat Islam dan juga seluruh ciptaan Tuhan,'' lanjut Martin.

Agen donor Internasional termasuk WWF UK, U.S. Fish &Wildlife Service's Rhinoceros dan Tiger Conservation Fund, Mohamed bin Zayed Species Conservation Fund, dan Mott Foundation, merupakan pihak-pihak yang juga berperan dalam inisiatif ini.

SUMBER website Universitas Nasional

Link Berita

Thursday, March 6, 2014

Fatwa Satwa Langka: Kontribusi Islam dan 'Ulama kepada Dunia dan Planet Bumi

Umat Islam, dikaruniai sebuah kelebihan yang luar biasa, dan mereka sesungguhnya dibekali pula dengan konsep yang sangat baik dalam penuntun kehidupan: dunia dan akhirat. Tapi, sayang sekali umat Islam telah banyak lupa dengan keberuntungan itu.

Secara ekonomi, negara-negara Islam banyak memiliki kekayaan sumber daya alam yang melimpah, seperti tambang minyak di Timur Tengah dan kekayaan alam keanekaragaman hayati yang beragam dan belum dimanfaatkan dengan baik di Timur Jauh, termasuk di Indonesia.


Berita BBC LONDON yang disiarkan pada 5 Maret 2014 tentang Fatwa Satwa Langka.
Courtesy YOUTUBE.


Kekayaan alam seperti minyak akan habis, demikian pula tambang. Tapi kekayaan sumber daya hayati pun tampaknya akan pupus disebabkan keserakahan manusia dan kebijakan yang tidak arif dan mempunyai visi jauh kedepan. Investasi yang rakus dan tidak mempertimbangkan kelestarian lingkungan ini, disadari atau tidak, pada akhirnya membawa bencana yang tidak menguntungkan pada semua penghuni planet ini. Tuhan telah menyediakan kestabilan bumi dan ekosistemnya sehingga manusia dapat hidup dengan harmoni didalamnya. Allah swt pula yang memperbaikinya, "...dan janganlah kamu melakukan kerusakan di bumi, setelah  (Allah) memperbaikinya (Qs.al Araf 56 ).

Kemudian Allah memerintahkan manusia supaya tidak berperilaku mubazir dan boros, karena sumber daya manusia adalah terbatas. Semuanya. Lalu diperintah berbuat adil, karena keadilan merupakan sendi kehidupan yang harmonis. Ada kaya dan miskin, tapi ada sejumlah hak orang miskin pada kekayaan si kaya. Maka ada skema shadaqah, infak, zakat, pajak, jizyah...apapun bentuknya untuk keseimbangan dan keadilan sosial.

Adapun fatwa, merupakan salah satu jalan keluar. Umat Islam di Indonesia telah mempunyai kesedaran kultural yang baik tentang hubungan alam dan lingkungan, namun hanya terserap sebagai doktrin saja, tanpa diketahui alasan ilmiahnya. Misalnya kelestarian primata di pesisir Kalimantan dan beberapa kawasan dimana umat Islam berada, semata karena mengkonsumsi atau memburu primata adalah di tabu'kan atau diharamkan. Ajaran ini, telah tersosialisasi dengan baik, sebab memang diajarkan dalam fiqh Islam untuk tidak memakan daging primata. (Lihat makalah saya di Jurnal Ulumul Qur'an tahun 1998 dan buku Konservasi Alam Dalam Islam, YOI, 2005).

Kepunahan satwa langka, terutama yang bersifat sebagai spesies payung, seperti  harimau, orangutan, badak, penyu, gajah dan teman-temannya, dirasakan sudah sangat memprihatinkan. Maka, tahun ini, dengan penuh syukur kami bisa memfasilitasi kajian dan proses yang cukup panjang untuk menghasilkan kajian dan fasilitasi seningga muncul Fatwa MUI No 4, 2014, tentang Pelestarian Satwa Langka untuk Menjaga Keseimbangan Ekosistem  atau dalam bahasa Inggris diterjemahkan Protection of Endangered Species to Maintain the Balanced Ecosystem.

Sambil berdoa dan berharap ini sebuah sumbangan yang kekal dan baik, sebagai jawaban ummat Islam dalam berkontribusi pada kelestarian planet bumi, atas landasan ibadah kepada Khaliqnya. Karena, bagi umat Islam, kehidupan dunia dan akhirat adalah sesuatu yang paralel, sehingga perilaku di dunia akan menentukan kebaikan pertanggunjawabannya di akhirat. Semua akan diminta pertanggundjawaban. Sebagai aktifis yang mengenal identifikasi dan latar belakang sains yang memadai, saya merasa berkewajiban, telaah yang saya kaji dari berbagai teori juga menjadi sumbangan bagaimana umat Islam memahami syariatnya.

Jadi syariat Fatwa Satwa Langka  untuk Menjaga Keseimbangan Ekosistem ini dilandasi kajian ilmiah dan dialog yang panjang dan perenungan, dan dilandasi keilmuan serta fasilitasi dijalani. Kami dari Universitas Nasional, bersama WWF Indonesia dan Kementerian Kehutanan serta MUI, melakukan kunjungan lapangan, dengan penuh kesadaran,  karena umat Islam telah terbukti dapat melakukan kebaikan melalui ajaran agamanya.

Terima kasih pada para pakar yang terlibat dalam perdebatan dan proses fasilitasi yang cukup panjang ini, terutama Tim Dewan Fatwa MUI yang sangat kritis dan kami sebagai aktifitis lingkungan sangat "tercengang" dengan pembahasan yang alot ketika sidang pleno, dan ketika argumen ilmiah sesungguhnya menjadi pelengkap yang absah atas sebuah fatwa.

Saya sendiri secara pribadi menjadi terharu, karena inilah rupanya jembatan yang pernah saya lihat dalam sebuah mimpi, menjembatani keilmuwan yang dipelajari dalam biologi konservasi dan keimanan. ternyata menjadi tafsir yang wujud.  Dibalik itu, respose dunia sangat mengagumkan, dan ternyata sangat positif pada fatwa ini, termasuk teman-teman di WWF yang telah lama bertungkus lumus dalam pelestarian satwa.  Fatwa ini mendapat sambutn, sejak di mention oleh Pangeran Charles dalam Pidato Beliau dalam Forum International Wildlife Trade (IWT) di London, dan Respon  positif  Menteri Zuklifli dan teman-teman di Kementerian Kehutanan, sehingga liputan yang sangat banyak dari media seluruh dunia.  Kementerian Kehutanan akan mengumumkan dukungannya pada 12 Maret minggu depan, di KBR Ragunan. Dari situ akan diketahui dukungan konkrit kedepan, tenga apa saja yang dilakukan setelah fatwa diluncurkan.


Tergambar tentang resnpons media dalam dunia maya, Googgle menampilkan lebih dari 190.000 kalau di sebut "wildlife fatwa" hari berikutnya tanggal 6 hari ini, kalau anda browsing 'Fatwa wildlife National University'  akan dijumpai 1 juta lebih entri, silahkan pilih karena kantor berita UPI sudah mengankat berita ini.

Atas kerja keras dan bantuan jejaring di seluruh dunia, niat kami, sebagaimana diutarakan pada  sidang Pleno Majelis Fatwa MUI untuk menyebarkan Fatwa ini pada Dunia, kelihatannya sangat berhasil. Dengan demikian, kita boleh juga mengatakan, "Ini adalah sumbangan Umat Islam Indonesia kepada Dunia dan Planet Bumi kita." 


Semoga fatwa ini mempunyai manfaat sebagai sumbangan Islam yang Rakhmatan Lil Alamin...

Wallahu a'lam

Lihat Berita Terkait:
National Geographic:

Monday, February 24, 2014

Greening the Hajj Conference, Putra Jaya Kuala Lumpur 20-21 Februari 2014



Foto bersama dengan penyaji lain: Dr Husnat Jahan, Bangladesh, Dato Seri Mohammed Iqbal, Malaysia, Dato Nik Mustafa,
Ketua IKIM,Dr Husna Ahmad, CEO Global One dan Pir Muhammad Amin ul Hasan, Menteri Agama Pakistan
"Kegiatan Indonesia dalam greening hajj, lebih maju dari negara lain,"

Menghadiri konferensi greening the hajj di Kompleks Tabung Haji, Putra Jaya, Kuala Lumpur.

Ini merupakan konferensi pertama tentang upaya-upaya melibatkan jamaah haji yang juga perlu sadar lingkungan. Ada 230 ribu jamaah haji Indonesia yang diberangkatkan setiap tahun ke tanah suci Makkah, jumlah ini adalah meliputi hampir 10 persen jumlah jamaah haji dunia. Tentunya upaya menjaga kesucian al Haramain yang dicintai oleh 1.6 miliar umat Islam di dunia perlu dilakukan. Selain itu, planet bumi, tempat semua makhluk melakukan ibadah tentunya tidak boleh mengalami degradasi terus menerus, apalagi kebangkrutan.

Maka, sebagai rukun Islam yang ke lima. Haji merupakan puncak pe
nting, mengingatkan manusia agar bergaya hidup sederhana: seperti menggunakan kain ihram, melarang membunuh makhluk hidup, mematahkan ranting, dan kegiatan negatif yang lain pada umumnya menganjurkan pada kebaikan dan perawatan terhadap kemanusiaan sekaligus alam, dimana refleksi sepenuhnya kembali ke alam terjadi ketika di Arafah. “Sesungguhnya haji itu adalah Arafah”

Dalam konteks perubahan iklim, greening the hajj, bagi indonesia adalah upaya mengurangi atau emisi gas rumah kaca yang dapat menyebabkan perubahan iklim.
Konferensi ini dihadiri oleh ramai peserta dari manca negara terutama dari negara islam, Indonesia, Malaysia, Pakistan, Banglades, India, Turki dan beberapa negara Eropa.

YBHG Sahibul Samahah Datuk Wan Jahidi bin Wan Teh, Mufti Wilayah Persekutuan Malaysia menekankan tentang pentingnya haji hijau, atau green hajj ini dengan mengutif sabda Rasulullah saw bahwa Rasulllah meyukai warna hijau. Beliau juga mengutif hadist populer, tentang upaya menghijaukan bumi:

“Andaikan kiamat kiamat besok, dan ada benih yang ingin ditanam, maka tanamlam. Beliau juga mengutip hadist yang sangat penting tentang tidak upaya supaya tidak mencemari sumber air termasuk sungai, "Hindari puncak laknat, membuang sumber air. Mencemari air adalah puncak laknat"

Dari Indonesia memberikan sambutan adalah Prof Nasaruddin Umar, Wakil Menteri Agama RI. Yang menekankan tentang perubahan iklim dan peran indonesia dalam upaya mitigasi dengan 26-41 persen, sesuai komitmen. Menekankan pula bahwa upaya greening the hajj merupakan langkah untuk menuju pada Islam yang Rahmatan lil Alamin, turut serta merawat bumi dan isinya.

Nasaruddin membeberakan upaya efisiensi dalam haji, dengan hanya membatasi satu kali perjalanan saja bagi setiap umat Islam di Indonesia dan memotong jumlah kunjungan dari 41 hari menjadi hanya 39 hari, demi efisiensi.Upaya ini juga, menurutnya akan mengurangi banyaknya penggunaan energi sesuai dengan rencana pemerintah,  ”Usaha menurunkan penggunaan bahan bakar berbasis fosil dengan mengurangi penggunaan transportasi selama haji, adalah satu alasan, selain itu juga pemerintah mendorong pada pemanfaatan energi terbarukan”
Memberikan penjelasan tentang greening the hajj Indonesia
di Malaysia kepada Prof Nasaruddin Umar

Adapun saya, memberikan presentasi tentang perkembangan kampanye haji ramah lingkungan yang baru dimulai di Indones, dalam topik “The development and dissemination of the massage greening the hajj” dengan judul presentasi Greening the Hajj for Indonesia.

Moderatornya adalah Y Bhg Dat Nik Mustapa bin Nik Hasan dan presentasi bersama saya ada Pir Muhammad Amin ul Hasan, Menteri Agama Pakistan,  Dr Husna Ahmad,  Dr. Husnat Jahan, lalu disusul Syaykh Qaribullahi Nasir Kabara, Leader Qadariyyah Sufi Movement in Africa.

Semua presenter pada umumnya menggarisbawahi aksi nyata dalam perubahan perilaku haji yang lebih hijau dan ramah lingkungan, tidak hanya selama menunaikan ibadah haji tetapi juga setelah menuaikan haji sehingga ibadahnya menjadi mabrur dan hijau, ramah terhadap lingkungan.

Presentasi dari Indonesia membawa warna tersendiri dan banyak penyajian merupakan bentuk bentuk langkah praktis yang patut ditiru negera lain, "Indonesia dalam hal ini perlu ditiru dalam langkah-langkah praktisnya mengimplementasikan upaya haji hijau.  tampak kegiatan Indonesia dalam greening hajj, lebih maju dari negara lain," turur Dr Husna Ahmad, CEO Global One.

Konfensi ini juga meluncurkan buku Penuntun Haji Hijau, dalam bahasa Malaysia. Adapun rombongan dari Idonesia adalah yang lain selain Wakil Menteri Agama, ada juga hadir, Prof Ernawati Sinaga, Purek IV Universitas Nasional, Dr Hayu Prabowo, Ketua Pemuliaan Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam dan Ustadz H Abdussyukur Yusuf, dari Majelis Zikir Azzikra, Bogor yang mempresentasikan tentang upaya travel haji hijau dll.

Link Terkait:

Haji pun Harus Ramah Lingkungan





Friday, November 29, 2013

Melalui Pesan Agama, Penyadaran Konservasi Air dan Lingkungan Lebih Efektif

Hasil penelitian yang berhasil diterbitkan di Jurnal Oryx di Inggris pada pertengahan November ini menunjukkan bahwa perhatian yang lebih besar harus diberikan untuk meningkatkan kesadaran tentang hubungan antara Islam dan konservasi.

Jakarta (UNAS) - Pelestarian alam dan lingkungan di wilayah Indonesia, kini masih terus menjadi perhatian para peneliti, baik peneliti Indonesia maupun peneliti asing dari berbagai negara. Kali ini tim peneliti yang terdiri dari Fauna dan Flora International (FFI), Conservation International (CI) dan Durrel Institute of Conservation and Ecology (DICE), University of Kent dan Islamic Foundation for Ecology and Environmental Science (IFEES) melakukan penelitian dan uji coba terkait tingkat kesadaran warga terhadap pelestarian lingkungan melalui pemahaman agama di Sumatera Barat.

Melalui hasi uji tersebut terlihat bahwa pemahaman tentang keagamaan dan juga lingkungan masyarakat di Sumatera Barat lebih meningkat, dengan cara memberikan dakwah lingkungan tentang hal yang terkait pada agama dan upaya-upaya muslim dalam melestarikan lingkungannya. "Pada dasarnya masyarakat mempunyai pemahaman yang cukup memadai tentang konservasi, namun akan lebih kuat dan meyakinkan apabila pengetahuan mereka terhubung dengan keyakinan agama." ujar Dosen Fakultas Biologi UNAS yang menjadi salah satu peneliti dalam publikasi internasional tersebut, Dr. Fachruddin Mangunjaya, Minggu (24/11).

Lebih lanjut, Fachruddin mengungkapkan bahwa hasil penelitian yang berhasil diterbitkan di Jurnal Oryx di Inggris pada pertengahan November ini menunjukkan bahwa perhatian yang lebih besar harus diberikan untuk meningkatkan kesadaran tentang hubungan antara Islam dan konservasi, bukan pada prinsip-prinsip konservasi saja. Dalam survey tersebut, peneliti mengembangkan khotbah bertema konservasi air yang disampaikan oleh pemimpin agama di 10 masjid dan sembilan Pesantren Ramadhan selama bulan suci Ramadhan tahun 2011.

Tidak hanya itu, penelitian yang berjudul "Practise what you preach: a faith-based approach to conservation in Indonesia" ini juga memberikan indikasi akan pentingnya melibatkan kaum perempuan agar dapat berpartisipasi dalam proyek berbasis agama. Oleh karena itu, penelitian ini merekomendasikan agar perempuan dapat dilibatkan untuk berkontribusi kegiatan konservasi. "Responden perempuan menunjukkan pemahaman yang lebih tinggi tentang ajaran Islam tentang jasa lingkungan dan layanan yang diberikan oleh hutan dan sungai yang bersih. Selain itu, proyek-proyek masa depan harus berusaha untuk melibatkan kelompok stakeholder yang terpinggirkan ini, serta memberikan cara-cara praktis untuk pria dan wanita untuk mengubah kata-kata menjadi tindakan," jelas Fachruddin.

Berdasarkan penelitian ini didapatkan bahwa ajaran berbasis agama terhadap lingkungan telah diidentifikasi sebagai bentuk berpotensi efektif dalam menjangkau aksi konservasi, namun sebagian besar masih belum teruji. Indonesia memiliki 10 % hutan hujan tropis dunia dan merupakan negara dengan penduduk Muslim terbesar. Oleh sebab itu pendekatan berbasis agama untuk konservasi dapat membawa manfaat yang signifikan.

Links


Practise what you preach: a faith-based approach to conservation in Indonesia
Jeanne E. McKay,Fachruddin M. Mangunjaya,Yoan Dinata,Stuart R. Harrop and Fazlun Khalid
Oryx, http://journals.cambridge.org/action/displayAbstract?aid=9067642

Sunday, November 24, 2013

Menjadikan Haji Indonesia Ramah Lingkungan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Upaya mitigasi atau pengurangan atas dampak perubahan iklim harus melibatkan semua sektor sebagai suatu gerakan yang kompak agar hasil yang dicapai dapat terwujud. Kalangan umat beragama pun dapat berkontribusi untuk menyumbangkan langkah nyata untuk bersama-sama berjuang memperlambat laju pemanasan global dan perubahan iklim, salah satu caranya dengan menjadikan haji ramah lingkungan.

"Dengan menjadikan haji ramah lingkungan, jamaah haji Indonesia dapat menjadi model yang mengharumkan bangsa," papar Wakil Rektor Universitas Nasional Bidang Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Prof Dr Ernawati Sinaga.

Bekerjasama dengan Green Teacher Indonesia, Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Nasional menggelar seminar sehari dan bedah buku Panduan Haji Ramah Lingkungan. Dalam seminar tersebut, dikupas berbagai informasi bagaimana jamaah haji dapat berperan dalam upaya mitigasi dengan memberikan buku panduan singkat tentang ajaran Islam mengenai konservasi lingkungan hidup bagi umat Islam yang akan melaksanakan haji ataupun umrah.

Ernawati mengharapkan, buku Haji Ramah Lingkungan yang diterjemahkan ke bahasa Indonesia oleh LPPM Unas bekerjasama dengan Alliance of Religion and Conservation (ARC),dan UK Faith Regent menjadi pedoman para jamaah haji baik sebelum, saat berasa di Tanah Suci maupun setelah kemballi ke Tanah Air. Prof Ernawati bersyukur, kegiatan yang dilaksanakan di Aula Bir Ali Asrama Haji Pangkalan Mashur Medan awal September lalu melibatkan jamaah haji, penyelenggara haji dan umrah, petugas haji, pemuka agama, pengelola pondok pesantren serta Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Sumatera Utara.

Kegiatan tersebut tidak hanya bertujuan untuk memberikan pengetahuan tentang bagaimana menjadi haji ramah lingkungan, juga menjadi sebuah praktik yang dapat menginspirasi jamaah lainnya dengan cara memperlihatkan aksi positif terhadap memelihara lingkungan hidup dimanapun berada. Tak hanya di Medan, sosialisasi Haji Ramah Lingkungan juga dilakukan di Binjai, Bandung, Banjarmasin hingga Pondok Gede Jakarta dengan jumlah peserta mencapai 5500 orang.

Ketua Green Teacher Indonesia (GTI) Dr Azizah Hanim Nasution mengatakan, langkah ini merupakan sebuah awal yang baik untuk jamaah calon haji khususnya di Binjai dan Sumatera Utara yang harus didukung pada tahun berikutnya serta butuh keterlibatan seluruh BPIH. "Haji yang ramah lingkungan harus menjadi row model dari Sumatera Utara. Jamaah haji yang akan datang akan menjadi haji yang ramah lingkungan, haji yang dapat meningkatkan iman dan ihsan serta menjadi haji mabrur dengan cara membuat kebaikan sebanyak-banyaknya," imbuh Azizah.

Redaktur : Damanhuri Zuhri

Monday, September 2, 2013

Kunjungan MUI ke Tesso Nilo dan Rimbang Baling


Tabayyun Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk  Melihat Konflik Satwa dan Manusia di Riau


Perjalanan ke Riau meninjau lapangan dengan membawa tim Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), 30 Agustus -1 September 2013, dalam rangka kunjungan lapangan, membawa makna tersendiri. Terlebih ini merupakan kunjungan pertama kali bagi masing-masing individu tim fatwa. Adapun tim Fatwa ini yang ikut serta adalah: KH Dr. Ma’rifat Iman, Prof Nahar Nachrowi, KH Nasir Zubaidi, Prof Amany Lubis dan Dr Hayu Prabowo (Ketua Pusat Pemuliaan Lingkungan dan Sumber Daya Alam, MUI). Beberapa dari mereka adalah orang yang memang sangat senior dan boleh dikatakan sepuh, tapi bersemangat. Misalnya Prof. Nahar Nachrowi (70 tahun), tetap mengikuti kegiatan, berjalan di tengah hutan Tesso Nilo dan masuk hutan melalaui perahu, bertemu penduduk di Stasium Riset Pasir Subayang yang baru dihuni oleh WWF dan beru berusia empat bulan ( didirikan sejak awal Mei 2013).
 
Tim Fatwa MUI Pusat dan MUI Riau saat kunjungan
ke Pemandian Gajah Sumatra di TN Tesso Nilo

Perjalanan dimulai dari Pekan Baru, singgah berdiskusi di kantor WWF Riau dengan tema Dialog MUI dan Pemangku Kepentingan dalam Rangka Pembahasan Fatwa Pelestarian Harimau dan Satwa Langka Lainnya untuk mendapatkan masukan dari berbagai stakeholders Riau yang dihadiri dari Dinas Kehutanan Propinsi Riau, Balai Konservasi dan Sumberdaya Alam (BKSDA), Jikalahari, Kejaksaan Tinggi Riau, WWF, MUI Riau, Universitas Nasional, Harimau Kita, Ice of Forest, dll.

Dialog diadakan untuk menampung segala inspirasi terkait dengan pelestarian harimau dan gajah, serta hutan alam dengan segala kompleksitasnya. Kemudian dilanjutkan perjalanan menuju Taman Nasional Tesso Nilo pada pagi hari Sabtu (31/8), dan melintasi hamparan kebun sawit serta di sepanjang jalan yang nampak tidak putus-putus. Kami singgah sebentar di Polres Ukui, Kabupaten  Pelalawan, untuk mendapatkan pendampingan dan sekaligus laporan. Siang tiba di Tesso Nilo, kemudian menyaksikan korban konflik gajah dan manusia. Sebuah pondok roboh, beberapa tahun yang lalu karena di dorong oleh gajah. Pohon sawit yang dirambah gajah dan pondok kosong ditinggalkan penghuninya karena konflik dengan gajah.


Malamnya kami berdialog dengan Penduduk sekitar Tesso Nilo yang datang dalam rombongan cukup banyak 40 -60 orang. Diskusi dilakukan dengan dialog terbuka dan jujur dan banyak ‘curhat’ atau komplain soal ‘kenakalan satwa’ yang merambah tanaman dan kebun  manusia. Keesokan harinya (1/9), kami menuju Kawasan Margasatwa Rimbang Baling yang letaknya ke arah Timur Laut  dari Tesso Nilo. Sejenak, kami berhenti menyaksikan kerusakan hutan di KM 67, Bukit Horas, menyaksikan perambahan hutan Tesso Nilo yang sangat masif dan mengakibatkan hutan taman nasional yang dilindungi itu bertambah menyempit, terjepit ditengah areal Hutan Tanaman Industri (HTI) milik
RAPP. Menurut informasi yang kami peroleh, kawasan ini telah dirambah sejauh ribuan hektar oleh kebun-kebun sawit.  Detik Com mengeluarkan berita pada hari yang sama kami berkunjung: “
Gawat! Ribuan Hektar Kawasan Taman Nasional Tesso Nilo di Riau Dijarah. Sejauh mata memandang, tidak ada lagi hutan alam yang tersisa. Dan Tesso Nilo sebenarnya sudah sangat kritis dalam perambahan yang sangat masif dan terjadi pembiaran ini.
   

Kami terus menuju Suaka Margasatwa Rimbang Baling, menelusuri Sungai dan singgah ke stasiun riset WWF di Pasir Subayang, Rimbang Baling. Disini masih dijumpai hutan yang masih asli, jauh berbeda dari pemandangan di Tesso Nilo yang penuh sawit. Dialog dilakukan dengan sekitar 40 warga dari tiga desa sekitar yaitu Muara Beo, Tj Delik dan Desa Gema, Kecamatan Kampar Kiri. Acara tersebut dihadiri oleh tokoh adat, pemangku desa, Kapolsek Kampar Kiri. Penduduk di kawasan ini 90% bertani karet, dan masih menjunjung tinggi adat. Mereka juga menerapkan sistem
lubuk larangan, untuk pemanenan ikan secara berkelanjutan.
Dalam dialog dengan masyarakat, saya mencatat tentang tingginya respek para tokoh adat dan agama di Rimbang Baling terhadap MUI. Mereka mengatakan, sangat bersyukur desa mereka dikunjungi dan meminta bimbingan moral MUI dalam mengarahkan kehidupan keagamaan di kampung mereka yang dianggapnya sudah mulai mengalami degradasi moralitas.

WWF memeliti, kawasan Margasatwa Rimbang Baling masih mempunyai populasi harimau yang signifikan dan tutupan hutan yang relatif baik. Perjalanan di kawasan ini, dengan menyusuri sungai, mengingatkan saya pada Taman Negara Malaysia yang juga menuju ke kawasannya melalui sungai.

Para ulama dari MUI, saya yakin, kemudian akan mampu menangkap kesan mendalam tentang seluruh tantangan yang terjadi di lapangan dan kendala dalam melestarikan satwa liar ini. Mudah mudahan, nanti akan muncul rekomendasi dan kajian mendalam serta fatwa atas pertanyaan kami untuk melibatkan umat Islam dalam melestarikan satwa melalui keyakinan dan membantu kelestarian makhluk terancam punah, menjadi tetap lestari dan dapat hidup berdampingan dengan manusia. Wallahu a’lam.

Saturday, July 20, 2013

Dibalik Layar Inspirasi Ramadhan Metro TV: Islam dan Lingkungan Hidup

Ramadhan memang penuh hikmah dan berkah...
Tiga hari setelah Ramadhan tiba, saya mendapat telpon dari Produser Inspirasi Ramadhan Metro TV yang meminta saya untuk mengisi rekaman acara.
"Kan Bapak, penulis buku Konservasi Alam dalam Islam, kami minta pemaparan soal lingkungan dan Islam." ujar suara wanita disebrang sana.
"Kapan?",
"Besok, Jum'at. Apa bapak ada waktu?
"Insya Allah."
Tidak ada persiapan untuk ini. Hanya saya mencoba mengingat lagi topik yang menarik tentang Islam dan Lingkungan, terutama bidang konservasi alam yang saya tekuni. Saya buka lagi buku yang pernah saya terjemahkan dan edit tentang Al Qur'an, Ciptaan dan Konservasi, karya Fazlun Khalid. Buka lagi buku Konservasi Alam dalam Islam, yang merupakan buku pertama saya tentang konservasi dan Islam. Buku tersebut terlampau lama, terbit 2005 dan insya Allah akan saya revisi dan cetak ulang. Banyak hal hal baru yang saya temukan setelah berinteraksi dengan beberapa ilmuwan dan aktifis di dunia Muslim, dari mulai Oxford, Kuwait  hingga Nigeria.

Rekaman dilakukan oleh team Metro TV setelah Jam 1 siang, di Jakarta Islamic Centre, Jakarta Utara. Baru pertama saya ketempat yang bagus ini. Lokasi shooting dilakukan di  sebelah sebuah madrasah yang baru dibangun dan belum difungsikan. Shooting dilakukan hanya satu episode ini, dibagi dalam segmen-segmen yang kemudian ditayangkan sekitar 30 menit di Metro TV.

Karena puasa, mungkin suara saya tidak bisa mengangkat terlalu tinggi. Saya pun grogi dan minta di ulang beberapa kali dalam tayangan. Tapi dengan editing yang luar biasa dari Tim Metro, hasilnya sangat bagus, dengan back ground  pemandangan keindahan alam, flora dan fauna serta keanearagaman hayati.

Inspirasi ini lebih banyak membahas tentang kegiatan individual dan upaya aktivisme melibatkan umat dalam konservasi lingkungan. Dalam setiap kegiatan, motivasi terdalam saya adalah bagaimana sebagai Muslim, saya dapat menjadikan ketekunan bidang yang saya geluti (konservasi lingkungan), agar tidak terpisah dari nilai-nilai ibadah. Semoga saja ini menambah amalan shaleh dan memperberat timbangan saya di yaumil akhir kelak.

Tentu saja, saya sangat menyenangi kegiatan aktivisme lingkungan. Semakin hari semakin kompleks tantangannya, dan untuk Umat Islam Bangsa Indonesia, karunia besar alam dan lingkungan dengan keindahan yang tiada tara sepatutnya terus dipelihara dan dijaga sebagai sebuah amanah.

Selamat Puasa Ramadhan!

Foto-foto Shooting Inspirasi Ramadhan