Sekitar 20 orang peserta dari berbagai negara, mengikuti
Workshop yang diadakan oleh Kuwait Institue in Research (KISR), dari tanggal 2-5
Desember. Saya sendiri mempresentasikan pengalaman Indonesia terutama terkait
dengan upanya penyadaran konservasi bersama dengan pemuka agama (Islam) dan
pemimpin lokal (tokoh ulama setempat) dan orang yang dihormati di tingkat komunitas. Presentasi saya
berjudul “Synergized Conservation Effort
through the Spirit of Hima and Islamic Culture in Indonesia”upaya
mensinergikan pemahaman agama untuk melindungi alam dan lingkungan.
Diskusi Panel |
Workshop
ini merupakan pertemuan ilmiah yang difasilitasi oleh KISR, Kuwait Foundation for the Advancement of Science (KFAS) dan Islamic Development Bank.
Hima merupakan kawasan konservasi yang diakui oleh FAO dan lembaga internasional termasuk IUCN, dia merupakan warisan masa pra Islam tetapi karena mempunyai maksud penting dalam upaya melindungi fasilitas publik misalnya padang rumput, air dan kawasan yang subur, maka Nabi Muhammad saw meneruskan hima, dan beberapa riwayat Khulafa al Rasyidin seperti Abu Bakar dan Umar membuat beberapa hima untuk kepentingan tambat dan rumput kuda kavaleri para mujahidin.
Dr Ali Abdullah, Fazlun Khalid, Ali Tsani, Othman Lewellyn, dan saya. |
Atas latar belakang yang kuat dari
studi terdahulu bahwa hima dapat diharapkan sebagai sebuah kontribusi yang baik
untuk menggalang kekuatan upaya konservasi yang ada dan upaya positif ini
memerlukan pengakuan dunia serta strategy yang lebih baik.
Karena Al Hima pada dasarnya banya kembali pada kegiatan dengan melibatkan partisipasi masyarakat, maka komunitas merupakan kata kunci penting dalam pembangunan hima, selain itu karena ruh dari hima yang berasal dari tradisi Islam, maka etika Islam tentang lingkungan menjadi pendukung atas eksistensi prinsip berdirinya kawasan ini.
Memang perdebatan terjadi dalam
upaya perumusan definisi hima yang disarankan agar lebih universal sifatnya
dapat diterima oleh lintas bangsa, suku dan agama. Pada draft terakhir tentang
definisi pembahasan ini memang cukup alot dan kontroversial. Namun esensi yang
lebih kaya tentang hima dalam menjawab tantangan konservasi dan kehidupan
modern telah banyak berkembang dari dialog dan perbandingan di berbagai negara.
Salah satu entri penting adalah
istilah hima tidak lagi dibawa pada batas regional di kawasan timur tengah dan
arab, namun dimasukkan pula kerangka dimana masyarakat yang mempunyai tradisi
Islam kuat dengan kekayaan pengetahuan tentang manajemen sumber daya alam dapat
dimasukkan didalammnya. Jadi ada hima dan ada yang mirip hima, seperti hutan
nagari, hutan adat dan lubuk larangan di beberapa kawasan Sumatra, dapat masuk
dalam hima.
Hima bukan pertama kali dibahas,
sebelumnya ada pertemuan di Istanbul dan di Jordania.
Link Terkait: