Wednesday, December 5, 2012

Mengurai Pemahaman tentang Hima dan Masa Depannya


Sekitar 20 orang peserta dari berbagai negara, mengikuti Workshop yang diadakan oleh Kuwait Institue in Research (KISR), dari tanggal 2-5 Desember. Saya sendiri mempresentasikan pengalaman Indonesia terutama terkait dengan upanya penyadaran konservasi bersama dengan pemuka agama (Islam) dan pemimpin lokal (tokoh ulama setempat) dan orang yang dihormati di tingkat komunitas. Presentasi saya berjudul “Synergized Conservation Effort through the Spirit of Hima and Islamic Culture in Indonesia”upaya mensinergikan pemahaman agama untuk melindungi alam dan lingkungan.

Diskusi Panel
Workshop ini merupakan pertemuan ilmiah yang difasilitasi oleh KISR, Kuwait Foundation for the Advancement of Science (KFAS) dan Islamic Development Bank.

Hima merupakan kawasan konservasi yang diakui oleh FAO dan lembaga internasional termasuk IUCN, dia merupakan warisan masa pra Islam tetapi karena mempunyai maksud penting dalam upaya melindungi fasilitas publik misalnya padang rumput, air dan kawasan yang subur, maka Nabi Muhammad saw meneruskan hima, dan beberapa riwayat Khulafa al Rasyidin seperti Abu Bakar dan Umar membuat beberapa hima untuk kepentingan tambat dan rumput kuda kavaleri para mujahidin.
Dr Ali Abdullah, Fazlun Khalid, Ali Tsani, Othman Lewellyn, dan saya.
Atas latar belakang yang kuat dari studi terdahulu bahwa hima dapat diharapkan sebagai sebuah kontribusi yang baik untuk menggalang kekuatan upaya konservasi yang ada dan upaya positif ini memerlukan pengakuan dunia serta strategy yang lebih baik.

Karena Al Hima pada dasarnya banya kembali pada kegiatan dengan melibatkan partisipasi masyarakat, maka komunitas merupakan kata kunci penting dalam pembangunan hima, selain itu karena ruh dari hima yang berasal dari tradisi  Islam, maka etika Islam tentang lingkungan menjadi pendukung atas eksistensi prinsip berdirinya kawasan ini.

Memang perdebatan terjadi dalam upaya perumusan definisi hima yang disarankan agar lebih universal sifatnya dapat diterima oleh lintas bangsa, suku dan agama. Pada draft terakhir tentang definisi pembahasan ini memang cukup alot dan kontroversial. Namun esensi yang lebih kaya tentang hima dalam menjawab tantangan konservasi dan kehidupan modern telah banyak berkembang dari dialog dan perbandingan di berbagai negara.

Salah satu entri penting adalah istilah hima tidak lagi dibawa pada batas regional di kawasan timur tengah dan arab, namun dimasukkan pula kerangka dimana masyarakat yang mempunyai tradisi Islam kuat dengan kekayaan pengetahuan tentang manajemen sumber daya alam dapat dimasukkan didalammnya. Jadi ada hima dan ada yang mirip hima, seperti hutan nagari, hutan adat dan lubuk larangan di beberapa kawasan Sumatra, dapat masuk dalam hima.

Hima bukan pertama kali dibahas, sebelumnya ada pertemuan di Istanbul dan di Jordania. 

Link Terkait: