Friday, November 29, 2013

Melalui Pesan Agama, Penyadaran Konservasi Air dan Lingkungan Lebih Efektif

Hasil penelitian yang berhasil diterbitkan di Jurnal Oryx di Inggris pada pertengahan November ini menunjukkan bahwa perhatian yang lebih besar harus diberikan untuk meningkatkan kesadaran tentang hubungan antara Islam dan konservasi.

Jakarta (UNAS) - Pelestarian alam dan lingkungan di wilayah Indonesia, kini masih terus menjadi perhatian para peneliti, baik peneliti Indonesia maupun peneliti asing dari berbagai negara. Kali ini tim peneliti yang terdiri dari Fauna dan Flora International (FFI), Conservation International (CI) dan Durrel Institute of Conservation and Ecology (DICE), University of Kent dan Islamic Foundation for Ecology and Environmental Science (IFEES) melakukan penelitian dan uji coba terkait tingkat kesadaran warga terhadap pelestarian lingkungan melalui pemahaman agama di Sumatera Barat.

Melalui hasi uji tersebut terlihat bahwa pemahaman tentang keagamaan dan juga lingkungan masyarakat di Sumatera Barat lebih meningkat, dengan cara memberikan dakwah lingkungan tentang hal yang terkait pada agama dan upaya-upaya muslim dalam melestarikan lingkungannya. "Pada dasarnya masyarakat mempunyai pemahaman yang cukup memadai tentang konservasi, namun akan lebih kuat dan meyakinkan apabila pengetahuan mereka terhubung dengan keyakinan agama." ujar Dosen Fakultas Biologi UNAS yang menjadi salah satu peneliti dalam publikasi internasional tersebut, Dr. Fachruddin Mangunjaya, Minggu (24/11).

Lebih lanjut, Fachruddin mengungkapkan bahwa hasil penelitian yang berhasil diterbitkan di Jurnal Oryx di Inggris pada pertengahan November ini menunjukkan bahwa perhatian yang lebih besar harus diberikan untuk meningkatkan kesadaran tentang hubungan antara Islam dan konservasi, bukan pada prinsip-prinsip konservasi saja. Dalam survey tersebut, peneliti mengembangkan khotbah bertema konservasi air yang disampaikan oleh pemimpin agama di 10 masjid dan sembilan Pesantren Ramadhan selama bulan suci Ramadhan tahun 2011.

Tidak hanya itu, penelitian yang berjudul "Practise what you preach: a faith-based approach to conservation in Indonesia" ini juga memberikan indikasi akan pentingnya melibatkan kaum perempuan agar dapat berpartisipasi dalam proyek berbasis agama. Oleh karena itu, penelitian ini merekomendasikan agar perempuan dapat dilibatkan untuk berkontribusi kegiatan konservasi. "Responden perempuan menunjukkan pemahaman yang lebih tinggi tentang ajaran Islam tentang jasa lingkungan dan layanan yang diberikan oleh hutan dan sungai yang bersih. Selain itu, proyek-proyek masa depan harus berusaha untuk melibatkan kelompok stakeholder yang terpinggirkan ini, serta memberikan cara-cara praktis untuk pria dan wanita untuk mengubah kata-kata menjadi tindakan," jelas Fachruddin.

Berdasarkan penelitian ini didapatkan bahwa ajaran berbasis agama terhadap lingkungan telah diidentifikasi sebagai bentuk berpotensi efektif dalam menjangkau aksi konservasi, namun sebagian besar masih belum teruji. Indonesia memiliki 10 % hutan hujan tropis dunia dan merupakan negara dengan penduduk Muslim terbesar. Oleh sebab itu pendekatan berbasis agama untuk konservasi dapat membawa manfaat yang signifikan.

Links


Practise what you preach: a faith-based approach to conservation in Indonesia
Jeanne E. McKay,Fachruddin M. Mangunjaya,Yoan Dinata,Stuart R. Harrop and Fazlun Khalid
Oryx, http://journals.cambridge.org/action/displayAbstract?aid=9067642

Sunday, November 24, 2013

Menjadikan Haji Indonesia Ramah Lingkungan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Upaya mitigasi atau pengurangan atas dampak perubahan iklim harus melibatkan semua sektor sebagai suatu gerakan yang kompak agar hasil yang dicapai dapat terwujud. Kalangan umat beragama pun dapat berkontribusi untuk menyumbangkan langkah nyata untuk bersama-sama berjuang memperlambat laju pemanasan global dan perubahan iklim, salah satu caranya dengan menjadikan haji ramah lingkungan.

"Dengan menjadikan haji ramah lingkungan, jamaah haji Indonesia dapat menjadi model yang mengharumkan bangsa," papar Wakil Rektor Universitas Nasional Bidang Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Prof Dr Ernawati Sinaga.

Bekerjasama dengan Green Teacher Indonesia, Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Nasional menggelar seminar sehari dan bedah buku Panduan Haji Ramah Lingkungan. Dalam seminar tersebut, dikupas berbagai informasi bagaimana jamaah haji dapat berperan dalam upaya mitigasi dengan memberikan buku panduan singkat tentang ajaran Islam mengenai konservasi lingkungan hidup bagi umat Islam yang akan melaksanakan haji ataupun umrah.

Ernawati mengharapkan, buku Haji Ramah Lingkungan yang diterjemahkan ke bahasa Indonesia oleh LPPM Unas bekerjasama dengan Alliance of Religion and Conservation (ARC),dan UK Faith Regent menjadi pedoman para jamaah haji baik sebelum, saat berasa di Tanah Suci maupun setelah kemballi ke Tanah Air. Prof Ernawati bersyukur, kegiatan yang dilaksanakan di Aula Bir Ali Asrama Haji Pangkalan Mashur Medan awal September lalu melibatkan jamaah haji, penyelenggara haji dan umrah, petugas haji, pemuka agama, pengelola pondok pesantren serta Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Sumatera Utara.

Kegiatan tersebut tidak hanya bertujuan untuk memberikan pengetahuan tentang bagaimana menjadi haji ramah lingkungan, juga menjadi sebuah praktik yang dapat menginspirasi jamaah lainnya dengan cara memperlihatkan aksi positif terhadap memelihara lingkungan hidup dimanapun berada. Tak hanya di Medan, sosialisasi Haji Ramah Lingkungan juga dilakukan di Binjai, Bandung, Banjarmasin hingga Pondok Gede Jakarta dengan jumlah peserta mencapai 5500 orang.

Ketua Green Teacher Indonesia (GTI) Dr Azizah Hanim Nasution mengatakan, langkah ini merupakan sebuah awal yang baik untuk jamaah calon haji khususnya di Binjai dan Sumatera Utara yang harus didukung pada tahun berikutnya serta butuh keterlibatan seluruh BPIH. "Haji yang ramah lingkungan harus menjadi row model dari Sumatera Utara. Jamaah haji yang akan datang akan menjadi haji yang ramah lingkungan, haji yang dapat meningkatkan iman dan ihsan serta menjadi haji mabrur dengan cara membuat kebaikan sebanyak-banyaknya," imbuh Azizah.

Redaktur : Damanhuri Zuhri

Monday, September 2, 2013

Kunjungan MUI ke Tesso Nilo dan Rimbang Baling


Tabayyun Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk  Melihat Konflik Satwa dan Manusia di Riau


Perjalanan ke Riau meninjau lapangan dengan membawa tim Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), 30 Agustus -1 September 2013, dalam rangka kunjungan lapangan, membawa makna tersendiri. Terlebih ini merupakan kunjungan pertama kali bagi masing-masing individu tim fatwa. Adapun tim Fatwa ini yang ikut serta adalah: KH Dr. Ma’rifat Iman, Prof Nahar Nachrowi, KH Nasir Zubaidi, Prof Amany Lubis dan Dr Hayu Prabowo (Ketua Pusat Pemuliaan Lingkungan dan Sumber Daya Alam, MUI). Beberapa dari mereka adalah orang yang memang sangat senior dan boleh dikatakan sepuh, tapi bersemangat. Misalnya Prof. Nahar Nachrowi (70 tahun), tetap mengikuti kegiatan, berjalan di tengah hutan Tesso Nilo dan masuk hutan melalaui perahu, bertemu penduduk di Stasium Riset Pasir Subayang yang baru dihuni oleh WWF dan beru berusia empat bulan ( didirikan sejak awal Mei 2013).
 
Tim Fatwa MUI Pusat dan MUI Riau saat kunjungan
ke Pemandian Gajah Sumatra di TN Tesso Nilo

Perjalanan dimulai dari Pekan Baru, singgah berdiskusi di kantor WWF Riau dengan tema Dialog MUI dan Pemangku Kepentingan dalam Rangka Pembahasan Fatwa Pelestarian Harimau dan Satwa Langka Lainnya untuk mendapatkan masukan dari berbagai stakeholders Riau yang dihadiri dari Dinas Kehutanan Propinsi Riau, Balai Konservasi dan Sumberdaya Alam (BKSDA), Jikalahari, Kejaksaan Tinggi Riau, WWF, MUI Riau, Universitas Nasional, Harimau Kita, Ice of Forest, dll.

Dialog diadakan untuk menampung segala inspirasi terkait dengan pelestarian harimau dan gajah, serta hutan alam dengan segala kompleksitasnya. Kemudian dilanjutkan perjalanan menuju Taman Nasional Tesso Nilo pada pagi hari Sabtu (31/8), dan melintasi hamparan kebun sawit serta di sepanjang jalan yang nampak tidak putus-putus. Kami singgah sebentar di Polres Ukui, Kabupaten  Pelalawan, untuk mendapatkan pendampingan dan sekaligus laporan. Siang tiba di Tesso Nilo, kemudian menyaksikan korban konflik gajah dan manusia. Sebuah pondok roboh, beberapa tahun yang lalu karena di dorong oleh gajah. Pohon sawit yang dirambah gajah dan pondok kosong ditinggalkan penghuninya karena konflik dengan gajah.


Malamnya kami berdialog dengan Penduduk sekitar Tesso Nilo yang datang dalam rombongan cukup banyak 40 -60 orang. Diskusi dilakukan dengan dialog terbuka dan jujur dan banyak ‘curhat’ atau komplain soal ‘kenakalan satwa’ yang merambah tanaman dan kebun  manusia. Keesokan harinya (1/9), kami menuju Kawasan Margasatwa Rimbang Baling yang letaknya ke arah Timur Laut  dari Tesso Nilo. Sejenak, kami berhenti menyaksikan kerusakan hutan di KM 67, Bukit Horas, menyaksikan perambahan hutan Tesso Nilo yang sangat masif dan mengakibatkan hutan taman nasional yang dilindungi itu bertambah menyempit, terjepit ditengah areal Hutan Tanaman Industri (HTI) milik
RAPP. Menurut informasi yang kami peroleh, kawasan ini telah dirambah sejauh ribuan hektar oleh kebun-kebun sawit.  Detik Com mengeluarkan berita pada hari yang sama kami berkunjung: “
Gawat! Ribuan Hektar Kawasan Taman Nasional Tesso Nilo di Riau Dijarah. Sejauh mata memandang, tidak ada lagi hutan alam yang tersisa. Dan Tesso Nilo sebenarnya sudah sangat kritis dalam perambahan yang sangat masif dan terjadi pembiaran ini.
   

Kami terus menuju Suaka Margasatwa Rimbang Baling, menelusuri Sungai dan singgah ke stasiun riset WWF di Pasir Subayang, Rimbang Baling. Disini masih dijumpai hutan yang masih asli, jauh berbeda dari pemandangan di Tesso Nilo yang penuh sawit. Dialog dilakukan dengan sekitar 40 warga dari tiga desa sekitar yaitu Muara Beo, Tj Delik dan Desa Gema, Kecamatan Kampar Kiri. Acara tersebut dihadiri oleh tokoh adat, pemangku desa, Kapolsek Kampar Kiri. Penduduk di kawasan ini 90% bertani karet, dan masih menjunjung tinggi adat. Mereka juga menerapkan sistem
lubuk larangan, untuk pemanenan ikan secara berkelanjutan.
Dalam dialog dengan masyarakat, saya mencatat tentang tingginya respek para tokoh adat dan agama di Rimbang Baling terhadap MUI. Mereka mengatakan, sangat bersyukur desa mereka dikunjungi dan meminta bimbingan moral MUI dalam mengarahkan kehidupan keagamaan di kampung mereka yang dianggapnya sudah mulai mengalami degradasi moralitas.

WWF memeliti, kawasan Margasatwa Rimbang Baling masih mempunyai populasi harimau yang signifikan dan tutupan hutan yang relatif baik. Perjalanan di kawasan ini, dengan menyusuri sungai, mengingatkan saya pada Taman Negara Malaysia yang juga menuju ke kawasannya melalui sungai.

Para ulama dari MUI, saya yakin, kemudian akan mampu menangkap kesan mendalam tentang seluruh tantangan yang terjadi di lapangan dan kendala dalam melestarikan satwa liar ini. Mudah mudahan, nanti akan muncul rekomendasi dan kajian mendalam serta fatwa atas pertanyaan kami untuk melibatkan umat Islam dalam melestarikan satwa melalui keyakinan dan membantu kelestarian makhluk terancam punah, menjadi tetap lestari dan dapat hidup berdampingan dengan manusia. Wallahu a’lam.

Saturday, July 20, 2013

Dibalik Layar Inspirasi Ramadhan Metro TV: Islam dan Lingkungan Hidup

Ramadhan memang penuh hikmah dan berkah...
Tiga hari setelah Ramadhan tiba, saya mendapat telpon dari Produser Inspirasi Ramadhan Metro TV yang meminta saya untuk mengisi rekaman acara.
"Kan Bapak, penulis buku Konservasi Alam dalam Islam, kami minta pemaparan soal lingkungan dan Islam." ujar suara wanita disebrang sana.
"Kapan?",
"Besok, Jum'at. Apa bapak ada waktu?
"Insya Allah."
Tidak ada persiapan untuk ini. Hanya saya mencoba mengingat lagi topik yang menarik tentang Islam dan Lingkungan, terutama bidang konservasi alam yang saya tekuni. Saya buka lagi buku yang pernah saya terjemahkan dan edit tentang Al Qur'an, Ciptaan dan Konservasi, karya Fazlun Khalid. Buka lagi buku Konservasi Alam dalam Islam, yang merupakan buku pertama saya tentang konservasi dan Islam. Buku tersebut terlampau lama, terbit 2005 dan insya Allah akan saya revisi dan cetak ulang. Banyak hal hal baru yang saya temukan setelah berinteraksi dengan beberapa ilmuwan dan aktifis di dunia Muslim, dari mulai Oxford, Kuwait  hingga Nigeria.

Rekaman dilakukan oleh team Metro TV setelah Jam 1 siang, di Jakarta Islamic Centre, Jakarta Utara. Baru pertama saya ketempat yang bagus ini. Lokasi shooting dilakukan di  sebelah sebuah madrasah yang baru dibangun dan belum difungsikan. Shooting dilakukan hanya satu episode ini, dibagi dalam segmen-segmen yang kemudian ditayangkan sekitar 30 menit di Metro TV.

Karena puasa, mungkin suara saya tidak bisa mengangkat terlalu tinggi. Saya pun grogi dan minta di ulang beberapa kali dalam tayangan. Tapi dengan editing yang luar biasa dari Tim Metro, hasilnya sangat bagus, dengan back ground  pemandangan keindahan alam, flora dan fauna serta keanearagaman hayati.

Inspirasi ini lebih banyak membahas tentang kegiatan individual dan upaya aktivisme melibatkan umat dalam konservasi lingkungan. Dalam setiap kegiatan, motivasi terdalam saya adalah bagaimana sebagai Muslim, saya dapat menjadikan ketekunan bidang yang saya geluti (konservasi lingkungan), agar tidak terpisah dari nilai-nilai ibadah. Semoga saja ini menambah amalan shaleh dan memperberat timbangan saya di yaumil akhir kelak.

Tentu saja, saya sangat menyenangi kegiatan aktivisme lingkungan. Semakin hari semakin kompleks tantangannya, dan untuk Umat Islam Bangsa Indonesia, karunia besar alam dan lingkungan dengan keindahan yang tiada tara sepatutnya terus dipelihara dan dijaga sebagai sebuah amanah.

Selamat Puasa Ramadhan!

Foto-foto Shooting Inspirasi Ramadhan
 

Monday, July 8, 2013

Muzakarah Kesedaran Alam Sekitar di IKIM Malaysia


Pemaparan tentang Kurikulum Agama Dalam Pendidikan Kesedaran Alam Sekitar

Institute kesefahaman Islam Malaysia (IKIM), mengundang saya untuk memaparkan tentang : Kurikulum Agama dalam Pendidikan dan Kesedaran Alam Sekitar: Pengalaman Indonesia, judul ini saya paparkan dalam “Kertas Kerja disampaikan pada  Muzakarah Pakar “Komuniti Islam Dalam Pendidikan dan Kesedaran Alam Sekitar” 2 Juli, 2013.  Institut Kefahaman Islam Malaysia (IKIM), Malaysia. Perhatian ini  sekarang menjadi kajian dan daya tarik di Malaysia, karena mereka merasa masih harus menggiatkan keterlibatan masyarakat dengan melalui pendekatan agama Islam terutama di kampung pedesaan dan penanganan lingkungan. 
Muzakarah ini menjadi sangat penting karena secara perlahan perhatian pada pelibatan komunitas agama dirasa sangat diperlukan dan ditingkatkan. WWF Malaysia, misalnya telah mencetak buku-buku Islam dan Alam Sekitar, tahun ini, dan dikeluarkan oleh IKIM, sebuah lembaga penting di Malaysia terkait dengan riset dan pendalaman peradaban Islam dan perkembangan kebangsaan Malaysia. Saya belum menemukan lembaga serupa IKIM di Malaysia, lembaga ini sangat unik dan khusus untuk mengkaji tentang keislaman tetapi dalam kerangka amanah negara dan didirikan oleh negara dan mendapat perhatian langsung dari Perdana Menteri. Mungkin padanannya di Indonesia adalah Litbang Kementerian Agama. Lembaga ini selain mempunyai publikasi dan kajian, juga mempunyai stasiun radio dan televisi online (tvikim.my).
Program di IKIM sangat padat dan berharga untuk menjaga Tamadun Islam yang baik, disinilah kiranya kehebatan Malaysia dimana Umat Islam di Indonesia bisa belajar, para intelektualnya dihargai dan diberikan wadah untuk berpikir dan menuangkan gagasan menyelaraskan dan membangun peradaban khas Islam di Malaysia.

Sunday, June 16, 2013

Selamatkan Harimau Sumatera Melalui Kearifan Islam


“Ulama diminta berperan dalam pelestarian harimau sumatra.”
JAKARTA – Menyadari pentingnya eksistensi Harimau Sumatera yang terancam punah, berbagai upaya strategis untuk menyelamatkan sub spesies terakhir ini terus digalakkan. Kali ini, upaya pelestarian dengan menggugah kesadaran dan partisipasi masyarakat dilakukan melalui pendekatan agama (khususnya Islam). Pendekatan ini merupakan satu cara yang belum banyak dilakukan. Padahal pendekatan agama untuk lingkungan bukanlah hal baru dan  telah diteliti ternyata mampu secara efektif memberikan perubahan persepsi dan kesadaran pada masyarakat,” ungkap Dosen Fakultas Biologi Universitas Nasional, Dr. Fachruddin Mangunjaya, Msi yang juga menjadi Program Manager untuk Agama dan Lingkungan, LPPM Unas.

”Diskusi ini merupakan awal pertemuan dan konsultasi para praktisi konservasi dalam melibatkan Ulama untuk ikut  berpartisipasi memberikan penyadaran tentang pentingnya perlindungan dan melestarikan harimau Sumatra dan habitatnya, melalui ajaran agama.’’

Kegiatan ini difasilitasi oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Nasional (LPPM Unas) bersama Lembaga Pemuliaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan, Majelis Ulama Indonesia (MUI) serta  Alliance of Religions and Conservation (ARC), UK.

Dialog bertema “Pelestarian Harimau dan Satwa Langka Melalui Kearifan Islam” ini dilakukan pada Kamis (13/6) di kantor MUI. Peserta dialog meliputi aktifis, perwakilan pemerintah, akademisi serta lembaga non pemerintah serta tim fatwa MUI. Hadir sebagai nara sumber yaitu Ketua Lembaga Pemuliaan dan Sumberdaya Alam – Majelis Ulama Indonesia (MUI), Dr. Hayu Prabowo, Direktur Keanekaragaman Hayati, Kementerian Kehutanan, Dr. Ir. Novianto Bambang W. M.Si, Ketua Badan Penasehat Forum Harimau Kita, Hario Teguh Wibisono, M.Sc, serta Dr. Sunarto pakar harimau sumaratera dari WWF Indonesia.

Sebagai lembaga dimana berkumpulnya para ulama, MUI adalah sebuah institusi yang penting dalam memberikan pendapat tentang ajaran Islam termasuk dalam kearifan lingkungan,” kata Dr Hayu Prabowo, Lembaga Pemuliaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan, Majelis Ulama Indonesia (MUI). Lembaganya juga merupakan wadah para ulama dari berbagai kalangan yang  ingin pula bahu membahu ikut menyelamatkan dan melestarikan harimau sumatera.

Pendekatan melalui kearifan agama Islam ini dilakukan karena lokasi penyebaran harimau sumatra –seperti Aceh, Riau, Jambi, Sumatra Barat, Sumatra Selatan dan Lampung--pada umumnya berada pada kantong-kantong dimana masyarakat Muslim memegang ajaran keyakinannya dengan kuat. Oleh sebab itu, pendekatan penyadaran dapat dilakukan melalui para pemuka masyarakat informal yang dihormati di tingkat akar rumput pada umumnya adalah pemuka agama dan sekaligus –biasanya –pemimpin adat.

Prof. Dr.Ernawati Sinaga, MS.,Apt  Wakil Rektor
Bidang Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, (LPPM)  Unas, menjelaskan bahwa peran pemuka agama dalam turut berpartisipasi melestarikan lingkungan menurut keyakinan agama, merupakan sesuatu yang penting. “Sebagai masyarakat Indonesia kita perlu menyadari bahwa populasi harimau kita menurun drastis dan menjadi  sangat langka dan terancam punah. Jika harimau Sumatera punah, bukan hanya Indonesia yang rugi, tapi masyarakat internasional juga akan terkena dampaknya. Oleh karena itu, Unas tidak hanya perlu mendukung kesuksesan dalam pelestarian harimau Sumatera ini, tapi juga menjadi pelopor untuk melindungi satwa – satwa langka lainnya,” tambahmya, Senin (10/6). (*)

Saturday, May 11, 2013

Islam dan Pengelolaan Hutan di Sumatra

Inilah sebuah laporan yang cukup obsesif dirancang pada mula dengan cita-cita ingin memperoleh gambaran interaksi Islam, adat dan pemanfaatan sumber daya alam di Sumatra Barat. Buku ini diterbitkan memuat beberapa hasil penelitian serta intervensi proyek yang dilakukan di Sumatra. Jangka penulisan buku ini memang tertunda selama lebih dari 1 tahun. Namun akhirnya terbit juga dengan judul:
 "Integrating religion within conservation: Islamic beliefs and Sumatran forest management"
pembahasan dalam buku ini merupakan merupakan uji antara teori, intervensi praktis gerakan lingkungan dan studi tentang budaya Minangkabau sendiri dengan sandi adat dan religiousitas yang kuat.

Ditulis dan diberi pengantar Professor Ilmu Hukum Ekologi,  Stuart R Harrop dari DICE dan Sidi Fazlun Khalid, Pendiri Islamic Foundation for Ecology and Environmental Science.
Selebihnya, saya menulis tentang aspek teoritis dan praktis tentang Islam dan Pengelolaan Sumber Daya Alam, sedang penulis lain adalah, Yoan Dinata,  Rudi Febriamansyah, Nurul Firmansyah, , Erlinda Cahya Kartika, Fazlun M Khalid,  Jeanne E McKay, Yasser Premana, Rusdiyan P Ritonga, Feri Rolis, Jomi Suhendri, Ari Susanti and Sandra Winarsa, Mereka adalah terdiri dari aktifis lingkungan, akademisi, mahasiswa master yang mendapat beasiswa dalam program ini, dan mitra, seperti dari British Council dan Conservation International (saya terlibat dalam kegiatan ini sewaktu di CI).

Peserta training Lingkungan, Islam dan Perbahan Iklim,
untuk guru-guru SMP

Banyak pelajaran komprehensip yang bisa dibaca dari kegiatan ini, yang jelas, laporan ini membuktikan  keyakinan saya, bahwa masih mempunyai pengaruh besar agama dan budaya dalam pengelolaan sumber daya alam, mempunyai peran penting dan signifikan.

Lebih jauh, anda bisa download dokumennya disini:"Integrating religion within conservation: Islamic beliefs and Sumatran forest management"

Atau dari sumber aslinya: Unversity of Kent & DICE  

Dengan terbitnya buku ini, saya ingin mengucapkan selamat kepada semua teman-teman yang terlibat, semoga menjadi khasanah intelektual yang berarti untuk mencatat budaya minang, keyakinan agama serta lingkungannya.



Berikut ini adalah daftar isinya:

Chapter I
Islam and Natural Resource Management 11

Chapter II
The History of  the Minangkabau 21
|
Chapter III
Biodiversity, Ecosystem Services and their Threats in West Sumatra 25

Chapter IV

Part I – The Darwin Initiative and Project Intervention 31


Part II – Islamic Teachings and Traditions in Community-Based Forest Management 41
 

Part III – Religious Leaders and their Role in Local Forest Management:
  • A Case Study in Nagari Guguk Malalo, West Sumatra 53
Part IV – Understanding Natural Resource Use Management in Nagari Pakan
  • Rabaa Timur: A Participatory Rural Appraisal Approach 65
Part V – Climate4Classrooms: Getting the Science of  Climate Change
and the Environment into the Classroom 71


Part VI – Integrating Biodiversity Conservation and Livelihood Projects
in West Sumatra

Keunikan dari proyek ini adalah, tidak sekedar proyek biasa, tetapi dia menghasilkan dua beasiswa master yang melakukan studi sandwich di UNAND dan DICE, juga keterlibatan para tokoh adat dan ustadz serta datuk dan ninik mamak, saya jadi banyak belajar bahasa padang!

Last but not least, saya ingin mengucapkan selamat kepada Jeanne McKay, sahabat saya yang telah dengan teliti dan tekun menyunting buku ini. Sungguh pekerjaan tidak mudah dan memerlukan kesabaran, untuk mengedit bahasa Inggris dari para penulis yang bukan mempunyai basic bahasa ibu berbahasa Inggris. Ketabahannya sangat kami hargai untuk kemudian akhirnya buku ini bisa terbit dan dapat dibaca.

Tabik!